Tari Serimpi - Pengertian, Sejarah, Penyajian Lakon, dan Jenis Tarian

Posting Komentar

Tari Serimpi merupakan salah satu kesenian tari tradisional yang populer di keraton Ngayogyakarto Hadiningrat (Yogyakarta) dan keraton Surakarta Hadiningrat (Solo). Sebuah tarian yang dalam geraknya identik dengan kelemah-lembutan, kesopanan sebagai pengambaran kehalusan budi.

Tarian ini menghadirkan gerak yang pelan dan anggun mengalir bersama alunan musik Gamelan Jawa. Sejak zaman kuno, Serimpi telah menempati kedudukan yang istimewa di dalam keraton-keraton Jawa. Tari ini tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral.

Pengertian Istilah Serimpi

Tarian Serimpi, dalam prakteknya melibatkan empat penari putri. Jumlah tersebut senada dengan makna dari istilah serimpi yang berarti empat. Secara filosofis, bilangan tersebut mewakili empat mata angin dan empat unsur dunia yang meliputi grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah).

Setiap penari Serimpi juga telah mendapatkan nama-nama yang masing-masing memiliki peran tersendiri, di antaranya ada penari batak, gulu, dhada dan buncit. Keempat penari tersebut membawakan tarian ini dengan membentuk pola lantai segi empat sebagai perlambang dari 4 buah tiang pendopo.

Selain itu, penamaan Serimpi juga berkaitan dengan kata “Impi” atau Mimpi. Gerakan dan suasananya seolah-olah membawa penonton masuk ke dalam khayalan atau alam mimpi. Kebudayaan tari ini pada awalnya hanya ada di keraton, sebagai kesenian yang luhur dan termasuk salah satu pusaka keraton.

Ada yang mengatakan bahwa penari tari ini, dulunya hanyalah orang-orang yang dipilih oleh pihak keraton. Meski mungkin sifatnya tidak sesakral Tari Bedhaya, tingkat kesakralan tarian ini sejajar dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Hindu Jawa.

Sekilas Sejarah Tari Serimpi

Sejumlah sumber mengatakan lahirnya Tari Serimpi bermula pada masa kejayaan Kerajaan Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1646). Karena sifatnya yang sakral, tarian ini hanya tersaji di dalam lingkup keraton sebagai ritual kenegaraan hingga peringatan kenaikan tahta sultan.

Selanjutnya, perpecahan Kerajaan Mataram pada tahun 1775 antara Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta berdampak juga pada gerakan tari ini. Meski demikian, inti dari tariannya tetap sama. Dalam lingkup Keraton Surakarta, Serimpi tumbuh dan berkembang pada kisaran tahun 1788-1820.

Adapun sejak tahun 1920-an, latihan tari ini mulai masuk ke dalam mata pelajaran Taman Siswa Yogyakarta serta perkumpulan tari dan karawitan Krida Beksa Wirama. Setelah Indonesia merdeka, tari ini juga menjadi bahan ajar di akademi seni tari dan karawitan pemerintah, baik di Solo maupun Yogyakarta.

Dulu namanya Srimpi Sangopati yang mewakili calon pengganti raja. Namun, Serimpi juga berarti perempuan. Menurut Dr. Priyono, Serimpi bisa berakar dari “impi” atau mimpi. Maksudnya, saat menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu, para penonton seperti dibawa ke alam mimpi.

Lakon dalam Tarian Serimpi

Tari Serimpi dalam penyajiannya menggambarkan perangnya pahlawan-pahlawan dalam cerita Menak, Purwa, Mahabarata dan Ramayana, sejarah Jawa, dan lain-lain. Gambaran kisah pertempuran yang terwakili oleh dua kubu (satu kubu berarti terdiri dari dua penari) yang terlibat dalam suatu peperangan.

Tema Tari Serimpi sebenarnya memiliki kesamaan dengan tema yang ada pada Tari Bedhaya Sanga. Tema yang menggambarkan pertikaian antara dua hal. Visualisasi peperangan antara yang baik dan yang buruk, antara benar dan yang salah, atau bisa juga antara akal manusia dan hawa nafsunya.

Tema perang dalam tarian Serimpi juga menggambarkan falsafah hidup ketimuran, simbol pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Ekspresi gerakan perang terlihat jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama. Dua prajurit melawan prajurit lainnya dengan bantuan properti tari berupa senjata.

Senjata yang ada di dalam tari ini, antara lain berupa keris kecil atau cundrik, jembeng (semacam perisak), dan tombak pendek. Pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII, yaitu sekitar abad ke-19, lahir juga jenis Tari Serimpi yang senjatanya berupa pistol yang ditembakkan ke arah bawah.

Jenis-Jenis Tarian Serimpi

Tari Serimpi juga terbagi ke dalam beberapa jenis. Contoh tarian yang ada di Kesultanan Yogyakarta di antaranya adalah Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung. Sementara itu di Kesultanan Surakarta, jenis tarian ini terkategorikan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.

Terdapat pula jenis Tari Serimpi lainnya yakni Serimpi Renggawati yang melibatkan lima orang dengan menambahkan satu penari sebagai Putri Renggawati. Serimpi jenis ini tersaji dengan membawakan kisah Angkling Dharma yang seorang putra mahkota muda yang terkena kutukan menjadi burung Mliwis.

Angkling Dharma hanya bisa sembuh dari kutukan tersebut dan kembali ke wujud semula apabila badannya tersentuh tangan seorang putri cantik jelita (putri Renggawati). Semua peristiwa ini tergambar dalam tari-tarian para penari Serimpi Renggawati dan pada akhirnya berujung pada sebuah kebahagiaan.

Jauh dari lingkungan keraton Mataram, kita juga bisa mendapati Tari Serimpi jenis lain yang berkembang di wilayah pedesaan. Namanya Tari Serimpi Lima. Tarian ini hadir sebagai pelengkap upacara Ruwatan Murwakala oleh masyarakat desa Ngadireso, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang, Jawa Timur.

Referensi
  1. duniadiksi.com/indo...
  2. pusakapusaka.com/ta...
  3. id.wikipedia.org/wiki...

Artikel Terkait

Posting Komentar