Drama Tari Gambuh Bali - Pengertian, Sejarah & Bentuk Penyajian

Posting Komentar

Drama Tari Gambuh merupakan seni pertunjukan yang dikatakan sebagai mata air seni pertunjukan Bali. Sebuah dramaturgi kebesaran zaman kejayaan keraton Bali yang menjadi kesenian paling tinggi mutunya.

Buku Overzicht van Dans en Tooneel in Bali (Walter Spies dan R. Goris 1937) menyebutkan bahwa Gambuh oertype van alle tooneel on alle muziek (asal atau sumber dari drama dan gamelan yang terdapat di Bali).

Gambuh juga merupakan tarian dramatari klasik Bali yang paling kaya gerak tari. Oleh karena itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa Dramatari Gambuh adalah sumber segala jenis tarian klasik yang ada di Bali.

Menurut Prof Dr I Made Bandem, MA, sebelum ada Gambuh, Bali tidak memiliki tari pertunjukan. Tari sebelum Gambuh masuk kategori tari sakral yang hanya tampil di tempat ibadah sebagai bagian dari ritual keagamaan.

Tidak ada persiapan latihan secara khusus untuk sebuah pementasan. "Itu ada trance atau ekstasi. Sehingga tak ada koreografi yang pasti seperti koreografi Gambuh. Jadi semuanya improvisasi," terang I Made Bandem.

Asal-usul Istilah "Gambuh"

Gambuh adalah istilah untuk mewakili kesenian tari dalam bentuk drama tari, tembang, dan wayang. Istilah "Gambuh" ada di dalam bahasa Melayu, Jawa dan Sunda. Dalam bahasa Melayu istilah ini berkaitan dengan perasaan "Terima Kasih".

Bahasa Sunda menyebutnya sebagai hiasan kepala topeng (tekes). Dalam bahasa Jawa istilah ini merujuk pada nama pupuh dengan pada lingsa u, 10u, 12i, 8u, 80. pada lingsa adalah patokan dalam satu bait lagu atau pupuh gending Bali (Bandem dkk 1975: 2-3).

Arti atau asosiasi itu boleh kita hubungkan dengan nama tari Bali, yakni Gambuh. Selengkapnya, penjelasan lebih terperinci mengenai asal usul istilah Gambuh bisa Anda temukan melalui salah satu sumber artikel ini, di sini.

Bentuk Penyajian Gambuh Bali

Ketika memperhatikan bentuknya, Gambuh adalah seni pentas total teater dengan unsur seni tari yang mendominasi. Meski demikian, dalam Gambuh juga ada unsur seni tabuh, seni sastra, seni dialog, seni rupa dan seni rias.

Semua unsur berpadu menciptakan komposisi seni yang harmonis dan sarat keindahan. Gambuh biasa tersaji di kalangan (area berbentuk segi empat) dengan bambu (tangluk) yang berfungsi sebagai pemisah antara penari dan penonton.

Apabila berfungsi sebagai bagian dari upacara adat yang sakral, kesenian ini akan tampil pada pukul 09.00 dan berlangsung hingga tengah hari. Sementara itu jika berfungsi untuk hiburan, Gambuh umumnya terselenggara di malam hari.

Dramatari ini berlangsung membawakan lakon utama yakni cerita Panji atau Malat (bahasa orang-orang Bali). Cerita tersebut mengisahkan kehidupan, romantika serta peperangan dari kerajaan di Jawa Timur pada rentang abad XII-XIV.

Berbeda dengan kisah Mahabharata atau Ramayana, cerita Panji merupakan karya cipta asli budaya Nusantara. Dalam Gambuh, kisah tersebut tersaji dan terbagi ke dalam beberapa episode dengan struktur naratif dan dramatik.

Drama Tari Gambuh melibatkan 25-40 laki-laki dan perempuan yang memainkan beberapa karakter. Ada karakter halus untuk tokoh Rangkesari dan Panji, karakter keras untuk para Patih Arya dan Prabangsa. Ada juga karakter lucu Demang Tumenggung.

Keunikan karakter juga memungkinkan kekhasan busana, baik oleh kelompok putra maupun putri. Khusus untuk tokoh utama harus mampu berbahasa Kawi atau Jawa Kuno, dan para panakawan akan menerjemahkan perkataan mereka.

Selain itu, Gambuh sangat ekspresif dan banyak menghadirkan ekspresi muka dengan beragam gerakan mata, seperti gerak mata nelik, nyureng, gagilehan dan nyerere. Ekspresi-ekspresi tersebutlah yang semakin menghidupkan dramatari ini.

Menariknya, setiap tokoh juga memiliki gending iringan khas dalam komando suling panjang berkisar 90 cm. Di antara penabuh biasanya duduk 1-2 orang juru tandak yang bertugas mendramatisi suasana seperti sedih, gembira, marah dan lucu.

Sejarah Drama Tari Gambuh

Terkait dengan sejarahnya, sulit kita ketahui kapan kesenian ini ada di Bali. Adapun jika kita hubungkan dengan sejarah runtuhnya Majapahit, terdapat kemungkinan bahwa Gambuh hadir di Bali pada kurang lebih abad XV.

Saat kerajaan Majapahit runtuh pada pertengahan abad XV, seluruh khasanah kesusastraan Jawa diboyong ke Bali. Dari sini, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa Gambuh di Bali muncul pada kisaran abad tersebut.

Awal pembentukan kebudayaan Bali bermula dari penaklukan Jawa melalui Gajah Mada. Tiga abad selanjutnya, Bali yang kokoh sebagai bagian dari kekuasaan Jawa Timur itu terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang saling bertikai.

Kebudayaan istana pada masa itu adalah kebudayaan yang bernuansa etik perang dan roman. Khususnya para pangeran yang lebih suka digambarkan sebagai seorang kekasih dan juru perang atau prajurit yang dicintai rakyat dan ditakuti musuh.

Gambuh sendiri merupakan warisan budaya sebagai perwujudan roman tersebut. Pementasannya cenderung mempertunjukkan lakon dari ceritera Malat atau kisah epik Panji yang berasal dari kebudayaan Majapahit kuno.

Pada masa keemasan raja-raja Bali, terutama Dalem Waturenggong (1416-1550), kesenian ini adalah seni pertunjukan prestisius di dalam istana. Hampir setiap puri memiliki panggung khusus yang bernama bale pegambuhan.

Seniman Gambuh yang menonjol pun menjadi seniman istana dan mendapat gelar terhormat. Itulah masa kejayaan Drama Tari Gambuh, sebelum akhirnya kolonialisme menggerogoti kaum bangsawan yang berdampak pada eksistensi kesenian ini.

Pada akhir abad XX, istana atau puri memang masih ada di Bali. Namun, keberadaannya sudah tidak mampu melaksanakan fungsinya seperti dahulu yang menjadikan mereka sebagai pusat kehidupan seni dan sosial di Pulau Bali.

Dalam dasawarsa pada awal abad ini, tidak sedikit orang Bali yang mengingat usaha-usaha membangkitkan kebudayaan istana, Dramatari Gambuh salah satunya. Saat ini, kesenian Gambuh biasanya hanya ada dalam upacara keagamaan penting.

Setidaknya masih ada dua gaya yang masih bertahan di tengah ketidakpedulian masyarakat Bali yakni Gambuh Pedungan (Denpasar) dan Gambuh Batuan (Gianyar). Keduanya hadir dengan ciri dan identitas yang masih dianut para pendukungnya.

Salah satu yang menjadikan Gambuh langka adalah karena dramatari ini adalah ungkapan seni yang serius dan rumit. Berpola ketat dengan penyajiannya protokoler. Bobot artistik hadir seiring kompleksitasnya, baik koreografi maupun komposisi musiknya.

Para tokoh Drama Tari Gambuh Bali memiliki tatanan tersendiri serta harus berdialog dengan bahasa Jawa Kuno yang terpola juga. Setiap karakter juga memiliki iringan musik tersendiri yang cenderung rumit, berliku-liku dan panjang.

Ketatnya aturan dan demikian rumitnya kesenian ini, kini di Bali hampir tidak ada orang yang benar-benar mampu menguasainya. Di sisi lain, mungkin saja sudah tidak ada seniman yang bersungguh-sungguh menekuni Gambuh.

Demikian juga dengan generasi muda Bali tak begitu banyak yang tertarik menjelajahi teater ini. Sebagian komunitas pendukungnya pun tidak lagi memiliki ikatan batin dengan nilai keindahan yang mungkin dulu pernah membanggakan.

Seni dari Drama Tari Gambuh

Berikut adalah daftar sebagian dari kesenian yang bersumber dari Drama Tari Gambuh. Kesenian dalam daftar di bawah ini hanya akan mencakup deskripsi singkatnya saja. Untuk informasi detail mengenai masing-masing, klik tautan yang ada.

Wayang Gambuh

Wayang Gambuh merupakan jenis Wayang Bali yang terbilang sangat langka. Pada dasarnya ini adalah sebuah pertunjukan Wayang Kulit seperti halnya Wayang Panji di Jawa yang mengambil lakon dari cerita Malat (siklus panji).

Wayang Gambuh bisa berarti Drama Tari Gambuh yang tersaji dalam pertunjukan Wayang Kulit dengan tokoh-tokoh penggambuhan pula. Hal ini juga berlaku pada ucapan-ucapannya serta musik pengiringnya. Baca Wayang Gambuh Bali

Drama Tari Arja

Dramatari khas Bali yang dialognya ditembangkan secara Macapat. Dramatari Arja bisa tergolong sebagai teater berjenis musical form yakni opera atau seni drama yang mempergunakan seni suara sebagai pengungkap cerita.

Tembang dan instrumental merupakan bagian yang paling dominan dalam pertunjukan kesenian ini. Dan, memang setiap pengungkapan dramatisasi di dalam Arja pastinya akan menggunakan tembang dan instrumen. Baca Drama Tari Arja

Calonarang

Salah satu dramatari tradisional Bali yang sarat dengan ritual magis. Calonarang mengusung kisah yang berkaitan dengan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih yang lebih dikenal dengan Pangiwa/Pengleyakan dan Panengen.

Dramatari Calonarang juga terkenal sebagai pertunjukan adu kekebalan dalam kebudayaan Bali. Pada beberapa bagian dari pertunjukannya, kesenian ini memang menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan. Baca Drama Tari Calonarang

Drama Tari Topeng

Daramatari sejarah dan babad Bali yang pemainnya bertopeng. Yang terkait Gambuh adalah laras prabangsa dari patih keras seperti gelatik nuut papah, ngerajeg, atau ngerangrang. Yang mengambil laras Panji ialah Arsawijaya. Baca Drama Tari Topeng

Referensi
  1. mediaindonesia.com...
  2. id.wikipedia.org/wiki...
  3. repo.isi-dps.ac.id/60...
  4. library.lontar.org/flip...

Artikel Terkait

Posting Komentar