Drama Tari Topeng Bali, Pengertian & Sejarah 3 Jenis Topeng Bali

Posting Komentar

Drama Tari Topeng Bali. Topeng merupakan karya seni purba yang telah menyebar hampir di seluruh dunia. Karya seni ini terbentuk sedemikian rupa untuk mewakili perwujudan atau ekspresi tentang konsep batin sehubungan dengan wajah, entah itu manusia maupun binatang.

Dalam kebudayaan Bali, topeng banyak terlibat dalam berbagai macam seni pertunjukan. Secara umum, seni pertunjukan bertopeng di Bali terklasifikasikan menjadi lima, di antaranya adalah Brutuk, Barong dan Rangda, Telek dan Jauk, Wayang Wong, dan Dramatari Topeng.

Kelima-limanya dari jenis di atas masih merupakan kategori besar yang tidak menutup kemungkinan masih ada pembagian lagi di dalamnya. Sebagai misal adalah Drama Tari Topeng yang sejauh ini terbagi menjadi tiga yaitu Topeng Pajegan, Topeng Panca dan Topeng Prembon.

Sejarah Drama Tari Topeng Bali

Jejak kesenian topeng tertua di Bali bisa kita temukan pada arca Bhairawa di Pura Kebo Edan dan Catur Kaya dari Pejeng. Baik arca Bhairawa maupun Catur Kaya, keduanya sama-sama dalam keadaan memperlihatkan sikap menari dengan menggunakan topeng.

Untuk bukti tertulis adalah prasasti Bebetin (869 masehi) yang memuat istilah "pertapukan" yang berarti perkumpulan topeng. Selanjutnya, ada prasasti Blantik (1058 masehi) dan prasasti Gurun Pai (1071 masehi) yang memuat istilah "atapukan" yang berarti topeng.

Hanya saja, bukti-bukti yang telah ada belum menggambarkan dengan jelas bentuk dan lakon keseniannya. Pada perkembangan selanjutnya, Drama Tari Topeng juga mendapat pengaruh Drama Tari Gambuh yang merupakan mata air atau sumber seni pertunjukan Bali.

Gambuh sendiri adalah kesenian warisan Majapahit sebagai bagian dari kekuasaan Jawa Timur di Bali. Kesenian Tari Topeng tumbuh subur di Majapahit. Bahkan, di dalam kitab Negara kertagama, ada gambaran Raja Hayam Wuruk mahir menarikan topeng dan karaket.

Di Bali, 22 buah topeng tersimpan di Pura Dalem Penataran Topeng dan 8 topeng berasal dari Jawa. Di antaranya ada topeng Hayam Wuruk, Gajah Mada, Papak Mada, I Gusti Penatih, Sri Aji Wengker, Dalaem Juru, Sri Bima Cili, Danghyang Kepakisan dan Arya Semaranata.

Merujuk pada Babad Dalem, topeng-topeng tersebut merupakan hasil rampasan dari peperangan antara Gelgel dan Blambangan. Perang bermula dari penolakan Dalem Juru (raja Blambangan) terhadap Dalem Watu Renggong yang ingin melamar putrinya, yakni I Dewa Ayu Nibas.

Sayangnya, serangan pertama di bawah pimpinan I Gusti Jelantik Tengahan mengalami kegagalan. Kemudian, Dalem mengutus Ngurah Jelantik Wajahan melakukan perampasan, sehingga hal ini bisa menjadi bukti bahwa Dalem Watu Renggong telah menaklukkan Blambangan.

Semua barang rampasan termasuk peti berisi topeng diserahkan kepada Dalem Watu Renggong. Seiring dengan konflik politik yang melanda kerajaan Gelgel, topeng-topeng berpindah ke Desa Blahbatuh sekitar tahun 1879 dan hingga kini berada di Pura Penataran Topeng.

Drama Tari Topeng Pajegan

Pajegan berasal dari kata "pajeg" dengan penambahan sufik "an" yang bisa berarti borongan. Topeng Pajegan berarti tarian dengan banyak topeng oleh seorang penari saja. Drama Tari Topeng Pajegan merupakan perkembangan dari kesenian topeng di kerajaan Gelgel.

Konon, I Gusti Pering Jelantik membawakan dramatari seorang diri di puri Gelgel dengan banyak topeng hasil rampasan leluhurnya. Setelah itu, penampilan Topeng Pajegan pun menjadi tradisi di tengah-tengah masyarakat Bali, terutama pada saat ritual keagamaan.

Drama Tari Topeng Pajegan biasanya berawal dari tampilnya dua figur topeng pangelembar secara berurutan. Tokoh pertama berkarakter keras, bertopeng merah dengan mata melotot berkumis tebal. Tokoh ini menghadirkan gerakan yang tangkas, gagah penuh wibawa.

Sementara itu, tokoh kedua menghadirkan karakter tua renta dengan rambut, alis dan kumis yang memutih. Gerakannya cenderung lambat namun dengan sorot mata yang arif. Selanjutnya, hadir tokoh penasar dengan tapel setengah terbuka pada mulut dan matanya.

Penasar bertindak sebagai narator, komentator, penterjemah sekaligus pelawak. Di sinilah aspek dramatik Topeng Pajegan mulai terlihat, saat penari menampilkan topeng berwatak tampan, gerakannya alus penuh perhitungan, inilah topeng dalem atau arsawijaya.

Lalu, ada tokoh antagonis berwajah ganas dengan gerakan kasar. Adapun menjelang klimaks cerita, hadir tokoh-tokoh rakyat jelata dengan wajah dan gerakan yang lucu. Meski umumnya masih berkaitan dengan cerita, tapi tokoh tersebut lebih menyajikan banyolan.

Drama Tari Topeng Pajegan biasanya berakhir dengan pementasan Topeng Sidakarya. Warnanya putih, mata sipit, mulut terbuka, dan memiliki dua taring atas. Figur ini menampilkan sepak terjang menakutkan dan menerjang kiri kanan dengan mendenguskan mantra-mantra suci.

Sembari mengibas-ngibaskan selembar kain putih, kedua tangan penari Topeng Sidakarya memperagakan gerak-gerak mudra pendeta. Dan pada akhirnya, canang sari yang berisikan beras kuning dan segenggam pis bolong kemudian ditebar ke segala penjuru.

Sering juga Topeng Sidakarya menangkap seorang anak dan melepasnya dengan memberi hadiah. Ada anggapan tokoh ini mewakili Wisnu Murti pemberi anugerah dan atau legitimasi sebuah upacara. Kepercayaan dan justifikasi itulah yang menyangga Topeng Pajegan.

Drama Tari Topeng Panca

Topeng Panca adalah perkembangan dari Topeng Pajegan. Ada dugaan muncul pertama kali di Denpasar tahun 1915. Lalu, berkembang juga di Klungkung tahun 1925. Topeng Panca merujuk pada penari yang jumlahnya lima. Drama tari ini termasuk seni pentas non ritual.

Ada anggapan Topeng Panca adalah peningkatan fungsi seni topeng agar tak hanya sebagai pelaksana ritual keagamaan, namun juga sebagai hiburan. Perkembangan ini juga yang menjadi sarana ampuh untuk mengembangkan pendidikan spiritual masyarakat Bali.

Dramatari Topeng Prembon

Drama Tari Prembon adalah gabungan berbagai elemen seni Bali, termasuk Arja, Gambuh, Topeng dan Bebarongan (Tari Barong). Terlahir tahun 1942an dari seniman dari Badung bernama I Nyoman Kaler serta dua seniman Gianyar yakni I Made Kredek dan I Wayan Griya.

Seperti halnya Drama Tari Topeng Pajegan maupun Panca, Dramatari Prembon juga melibatkan para penari yang menggunakan topeng. Mereka tampil dan berdialog menggunakan bahasa Bali dan bahasa Kawi dengan mengambil cerita dari Babad Bali atau sejarah yang lainnya.

Tokoh-tokoh yang ada di dalam Drama Tari Prembon juga masih melibatkan penggelembar jenis topeng tua dan keras. Lalu, jenis topeng ratu seperti tokoh dalem dan pepatih. Ada juga topeng panasar yang mewakili tokoh kelihan dan cenikan, serta topeng bondres untuk rakyat.

Referensi
  1. repo.isi-dps.ac.id/1014...
  2. pti.undiksha.ac.id/karm...
  3. staffnew.uny.ac.id/uplo...
  4. wisata.balitoursclub.com...
  5. denpasarkota.go.id/ind...

Artikel Terkait

Posting Komentar