Tari Sanghyang Bali - Pengertian, Fungsi, Jenis & Bentuk Penyajian

Posting Komentar

Tari Sanghyang adalah salah satu seni tari Bali yang termasuk dalam kelompok tari upacara atau tari wali. Kesenian kuno yang merupakan peninggalan dari kebudayaan pra-Hindu, sama seperti Tari Barong. Tari ini umumnya hidup di dalam lingkup masyarakat pegunungan bagian utara dan timur Bali.

Pengertian & Fungsi Tari

Sanghyang adalah sebuah tarian sakral yang berfungsi untuk menolak bala (kesialan atau malapetaka). Tari ini tampil dengan melibatkan satu orang penari atau lebih dalam keadaan kerawuhan atau tidak sadarkan diri karena kemasukan roh suci atau juga roh binatang yang dipuja.

Orang Bali menyakini pada kisaran sasih kelima dan sasih keenam dalam penanggalan Bali, Ratu Gede Mecaling yang wujud menyeramkan bergentayangan, menyebarkan bencana penyakit. Untuk menaggulanginya, masyarakat mengadakan upacara "Nangiang Sanghyang" memohon perlindungan.

Dalam upacara yang sakral tersebut, Tari Sanghyang tampil sebagai jalan komunikasi spiritual antara masyarakat Bali dan alam gaib. Ketika merujuk pada buku karya dari I Made Bandem, yakni Kaja And Kelod (1981) dan Ensiklopedi Tari Bali (1983), tarian Sanghyang terkait dengan Tuhan.

Oleh karena itu, terdapat ritual upacara menggunakan dupa atau kemenyan, nyanyian, serta doa-doa ketika mengawali penyajian tarian Sanghyang. Apabila permohonannya terkabul, penari akan kerawuhan karena kemasukan Hyang yang turun ke bumi untuk menyelamatkan manusia.

Bisa kita simpulkan bahwa dalam kebudayaan Bali, Tari Sanghyang juga mewakili sebutan penghormatan kepada dewa dan leluhur. Termasuk juga penghormatan kepada roh suci dewa-dewi, roh binatang atau apapun yang dimuliakan dalam keyakinan masyarakat Hindu Bali.

Bentuk Penyajian Tari

Pementasan Tari Sanghyang terkait dengan musim "grubug" atau musim penyakit cacar dan sampar. Menurut lontar tantu pagelaran, saat grubug para butakala berkeliaran mencari mangsa. Untuk itu masyarakat menyajikan banten caru (sesaji) dengan tunggul Gana Kumara dan Tari Sanghyang.

Konon, para butakala sangatlah tertarik untuk menyaksikan Dewa Gana Kumara yang merupakan sang penghalau kejahatan dan musuh segala bencana. Dengan begitu maka para butakala tidak akan berani mengganggu ketentraman hidup manusia yang hidup di bumi ini (Disbud, 1999/2000:15).

Sebagai bagian dari seni pertunjukan, bentuk fisik Tari Sanghyang terungkap melalui unsur gerak, suara dan rupa. Dari ketiganya, unsur gerak sangat dominan dan menjadi media utamanya. Bentuk gerakan tari ini dapat kita amati melalui urutan penyajian yang terbagi menjadi tiga, sebagai berikut :

Nusdus

Bagian awal, tahap penyucian yang mana para penari mulai hilang kesadarannya. Awalnya, penari bersimpuh menghadap tungku asap atau pasepan dan diupacarai di sanggah. Kedua tangannya mendekat tungku, kedua telinga tertutup telapak tangan salah seorang pangemong atau pendamping.

Nyanyian-nyanyian suci para wanita juru kidung turut menyertai tahapan tersebut. pangemong menghaturkan sesaji dan mantra mengundang roh suci agar memasuki penari. Jika penari roboh dan di topang salah satu pangemong, ini pertanda penari mulai kesurupan dan bahkan sudah mulai menari.

nusdus istilah lainnya adalah ngukup yang bisa bermakna tahap menutup dua telinga dan mengasapi dua tangan penari. Proses itu berlangsung terus-menerus sampai roh suci masuk ke tubuh penari. Umumnya, jumlah penari adalah dua orang, namun ada juga yang hanya memakai satu orang.

Masolah

Tahap ini adalah bagian inti, penari yang telah kesurupan menari-nari di arena yang telah ditentukan. Khusus pementasan Tari Sanghyang yang berkaitan dengan pengusiran penyakit atau malapetaka di desa tertentu, penari menari keliling desa di atas tandu satu atau dua orang pria.

Setelah kembali dan sebelum mengakhiri tariannya, para penari memercikkan air suci dan membagikan bunga kepada masyarakat yang ada di sekitar arena. Bunga dan air suci tersebut masyarakat yakini memiliki nilai magis yang dapat melindungi mereka dari berbagai jenis marabahaya.

Masyarakat umumnya sangat menanti-nanti sesi masolah karena di sinilah mereka bisa mendapatkan keberkahan dari para penari. Satu hal yang menarik pada tahapan ini adalah para penari Sanghyang menarikan tariannya dalam keadaan kedua mata mereka terpejam.

Ngaluhur

Sebagian ada juga yang menyebut tahap ini dengan istilah ngalinggihang. Ini merupakan tahapan ketiga yang sekaligus penutup. Dalam tahapan ini terdapat proses pengembalian kesadaran para penari, seiring dengan pengembalian roh-roh suci ke tempat asalnya.

Dalam prakteknya, proses ngaluhur berlangsung dengan melagukan nyanyian para wanita juru kidung. Setelah sadar, para penari pun melepaskan semua atribut tariannnya dan hanya menyisakan pakaian yang terdiri dari kain dan kebaya berwarna putih.

Jenis-jenis Tari Sanghyang

Merujuk pada buku Kaja and Kelod karya I Made Bandem serta buku Trance in Bali yang karya Belo. Kedua buku tersebut menyebutkan terdapat perkiraan bahwa jumlah Tari Sanghyang mencapai dua puluh empat jenis. Sebagian di antara jenisnya sebagai berikut :

Sanghyang Bojog

Tarian Sanghyang di Desa Pakraman Bugbug, Kabupaten Karangasem. Salah satu yang langka dan hanya tampil jika ada gejala yang sangat khusus. Dalam pementasannya, penari kerawuhan dan bertingkah seperti kera. Desain busananya pun sedemikian rupa agar menyerupai seekor kera.

Sanghyang Boengboeng

Tariam ini bisa kita temukan di Desa Sanur, Kota Denpasar. Terselanggara hanya pada saat bulan purnama dan penarinya adalah seorang perempuan yang menari sambil membawa potongan bambu dengan lukisan menyerupai manusia.

Sanghyang Deling

Dua gadis menarikannya sambil membawa deling atau boneka dari daun lontar yang terpancang pada sepotong bambu. Awalnya tarian ini ada sekitar Danau Batur, namun saat ini sepertinya sudah jarang. Tarian sejenis ini bisa juga kita dapati di Tabanan, dengan nama Sanghyang Dangkluk.

Sanghyang Dedari

Melibatkan satu atau dua orang penari gadis kecil. Bermula dari proses pedudusan hingga mereka tidak sadarkan diri, kerawuhan dan menari. Mereka menari keliling di atas tandu. Nama lain Tari Sanghyang ini adalah Tari Sanghayang Dewa yang bisa kita jumpai di beberapa tempat di Pulau Bali.

Sanghyang Jaran

Seorang penari atau juga pemangku mengendarai kuda mainan dari pelepah dau kelapa. Ia menari dalam keadaan kerasukan roh kuda tunggangan dewa kahyangan, berkeliling sambil memejamkan mata, menginjak bara api dari batok kelapa. Tari ini ada di Denpasar, Badung, Gianyar dan Bangli.

Sanghyang Sampat

Penari Tari Sanghyang jenis ini adalah seorang gadis yang menari dalam keadaan kemasukan roh halus. Perantaranya adalah sapu lidi atau sampat dalam bahasa Bali. Gadis tersebut menari sambil menggerakkan sampat secara bebas ke arah kiri dan ke arah kanan.

Sanghyang Tjeleng

Penari biasanya anak laki-laki berpakaian serat ijuk hitam. Menari berkeliling desa sambil menirukan gerakan seekor celeng (babi hutan). Tari ini berfungsi sebagai pengusir roh jahat yang mengganggu ketentraman desa. Kesenian sakral ini ada di desa Duda, Kabupaten Karangasem.

Sanghyang Penyalin

Seorang laki-laki membawakan tarian Sanghyang Penyalin sambil mengayun-ayunkan sepotong rotan panjang dalam keadaan kerawuhan. Menariknya di Bali bagian utara, penari tarian ini bukanlah seorang laki-laki, melainkan seorang gadis atau daha.

Sanghyang Memedi

Tarian Sanghyang yang penarinya adalah seorang laki-laki berpakaian daun pisang kering atau pohon padi. Ketika kerasukan, biasanya ia mulai menyerang bara api dan menari di atasnya. Salah satu kesenian langka yang hingga saat ini masih terpelihara di Jati Juwih, Tabanan.

Sanghyang Kidang

Tarian sakral yang hanya bisa kita jumpai di Bali Utara ini melibatkan seorang penari perempuan. Ia menari menirukan gerakan seekor kidang dengan iringan nyanyian namun tanpa mempergunakan alunan dari alat musik.

Sanghyang Janger

Tari Janger dulunya termasuk salah satu dari jenis Tari Sanghyang yang sakral. Namun seiring perkembangannya, tari ini beralih fungsi dan makna. Sanghyang Janger selanjutnya menjadi Tari Janger dengan iringan cak yang begitu populer dan tersebar luas di pelosok Bali.

Selain yang tersebut di atas, masih banyak jenis Tari Sanghyang lainnya. Beberapa di antaranya adalah Sanghyang Kerekek, Sanghyang Koeloek, Sanghyang Lelipi, Sanghyang Lesung, Sanghyang Lilit Linting, Sanghyang Penyu, Sanghyang Pewayangan, Sanghyang Tjapah, Sanghyang Totoe, dll.

Referensi
  1. jurnal.isi-ska.ac.id...
  2. id.wikipedia.org/w...
  3. babadbali.com/sen...
  4. dz4ki.blogspot.co.i...

Artikel Terkait

Posting Komentar